Anak dan Permainan

 

ANAK DAN PERMAINAN

Oleh :

Dayat Sutisna

Analis Kebijakan Ahli Madya

 


Pendahuluan

Anak adalah sosok individu baik laki-laki maupun perempuan yang dianugerahkan Tuhan kepada kita sebagai amanah untuk dirawat, diasuh, dijaga dan dibimbing karena dia kelak akan menjadi penerus dan pelanjut masa depan keluarga. Kehadirannya sangat didambakan oleh setiap pasangan yang sudah melangsungkan perkawinan. Setiap perilakunya dapat memberikan kebahagiaan tersendiri bagi orang tua dan orang lain yang melihatnya.  Gerak geriknya sering menimbulkan tawa bagi siapa saja yang melihatnya dan bisa juga menimbulkan kesedihan dan kepedihan ketika anak mengalami kesedihan/penderitaan. Kebahagian anak adalah kebahagian orang tua dan kesedihan anak menjadi kesedihan orang tuanya. Oleh karena itu pada dasarnya setiap keluarga pasti mendambakan memiliki seorang anak yang lucu, sehat, cerdas dan tumbuh kembang dengan baik.  Anak yang tumbuh menjadi besar dan dewasa serta dapat mewujudkan harapan dan penerus cita-cita keluarga. Anak adalah harta yang tidak ternilai dan amat berharga dalam kehidupan kita, karena pada masa depan, ia menjadi tumpuan harapan keluarga, untuk merealisasikan keinginan dan impian mereka. Bahkan bagi sebagian orang tua, anak merupakan sumber inspirasi yang dapat memberi rasa aman karena kelak mereka dapat mengurus dan menjaga mereka apabila tua. Anak juga menjadi sumber keceriaan dan kebahagiaan bagi orang tuanya. Ia bisa menjadi kebanggaan orang tua dan keluarganya.

Perhatian orang tua, anggota keluarga dan orang lain yang signifikan serta bentuk interaksi yang berlaku akan menentukan corak perkembangan anak-anak. Untuk dapat tumbuh kembang dengan baik, anak tidak hanya cukup terpenuhi kebutuhan sandang, pangan , papan (welfare) saja. Anak perlu rasa aman (safety), dan yang paling penting anak butuh sentuhan kasih sayang dan perhatian (attachment). Oleh karena itu, orang tua dan keluarga harus memainkan peranan yang penting dalam mengawal lingkungan agar anak-anak dapat terpenuhi kebutuhannya tersebut sehingga anak dapat tumbuh dewasa dalam keadaan sehat dari segi fisik, mental, sosial dan spiritual. Keluarga merupakan wadah dan dasar fundamental bagi perkembangan kepribadian anak. Setiap anak mempunyai hak untuk dapat hidup layak, tumbuh dan berkembang kepribadiannya dengan baik sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Salah satu kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya yaitu kebutuhan bermain. Hal ini dinyatakan oleh Monks FJ, AMP Knoers dan Siti Rahayu Haditomo dalam Implementasi Terapi Bermain Bagi Anak Korban Banjir Yang Mengalami Kecemasan di Bojong Citepus Desa Cangkuang Wetan Kecamatan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung, Karya Ilmiah Kompetensi Akhir Dayat Sutisna (2008)  bahwa anak dan permainan merupakan dua pengertian yang hampir tidak dapat dipisahkan. Ketika kita berfikir tentang anak maka akan selalu menimbulkan asosiasi mengenai bermain. Hal senada juga diungkapkan oleh Al Ghazali dalam Jamaal Abdur Rahman (2005) yang menyatakan bahwa hendaknya usai keluar dari sekolahnya sang anak diizinkan untuk bermain dengan mainan yang disukainya untuk merehatkan diri  dari kelelahan belajar di sekolah, sesungguhnya jika sang anak dilarang bermain dan hanya belajar terus, hal ini akan menjenuhkan pikirannya, memadamkan kecerdasannya dan membuat masa kecilnya kurang bahagia, sehingga ia akan berusaha dengan berbagai macam cara untuk membebaskan diri dari perasaan tertekannya.

 

Pembahasan

Anak menurut Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak diartikan sebagai seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun  dan belum pernah kawin. Sedangkan di dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. Sementara itu Kartini Kartono (1990) memberikan pengertian anak yaitu : anak merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi  dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin diakui dan dihargai. Berkeingingan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Hanya dalam komunikasi dan relasi dengan orang lain (guru, pendidik, pengasuh, orang tua, anggota keluarga dan lain-lain) dia bisa berkembang menuju kedewasaan. Berdasarkan pengertian tersebut maka anak dapat diartikan sebagai  individu baik laki-laki maupun perempuan yang belum berusia 21 tahun yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan tahap perkembangannya serta mendapatkan perlindungan agar ia dapat diakui dan dihargai keberadaannya dalam lingkungan sosialnya.

Permainan menurut ensiklopedia bebas dalam Wikipidea Bahasa Indonesia, adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain (sebuah mainan), sebuah barang atau sesuatu yang pada umumnya digunakan untuk hiburan atau kesenangan, dan kadang-kadang digunakan sebagai alat Pendidikan. Sedangkan Hurlock (1978: 280) memberikan  pengertian permainan sebagai proses aktivitas fisik atau psikis yang menyenangkan dan menggembirakan. Bagi anak bermain merupakan kegiatan khas sebagaimana pekerjaan yang merupakan aktivitas khas orang dewasa dalam kehidupan. Senada dengan pendapat diatas, Joan Freeman dan Utami Munandar (Andang Ismail, 2009: 16) mendefinisikan permainan sebagai suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.


    Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut , maka  dapat dinyatakan bahwa permainan sesungguhnya merupakan suatu aktivitas untuk memenuhi salah satu kebutuhan anak sesuai tahap perkembangannya, yang menyenangkan dan mampu mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak. Melalui kegiatan permainan anak dapat mengungkapkan berbagai perasaan  dan emosi negatifnya sehingga dapat menghilangkan kejenuhan, kecemasan dan stress pada diri anak. Disamping itu melalui permainan juga anak juga dilatih untuk berfikir kreatif dan inovatif, artinya permainan juga akan membuat anak menjadi cerdas. Permainan bagi anak yaitu permainan yang mengandung nilai pendidikan karena melalui permainan tersebut anak belajar mengembangkan segenap aspek. Oleh karena itu bermain juga merupakan salah satu hak anak yang harus dipenuhi. Hal ini sejalan dengan  Konvensi PBB Tahun 1989 tentang Hak Anak yang menyebutkan bahwa anak memiliki hak : untuk bermain, mendapatkan pendidikan, mendapat perlindungan, mendapat nama (identitas), mendapat status kebangsaan, mendapat makanan, mendapat akses kesehatan, mendapat rekreasi, mendapat kesamaan dan hak untuk berperan dalam pembangunan.  Sementara Havigrust dalam Elizabeth Hurlock (1990) menyebutkan bahwa salah satu tugas perkembangan anak secara umum yaitu mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan permainan  umum.

Ada beragam jenis permainan anak, mulai dari permainan tradisional sampe dengan permaian yang sudaha menggunakan teknologi informatika. Beberapa jenis permainan tradisional yang kita kenal dan sering di lakukan oleh anak-anak antara lain : Permainan Tradisional Petak Umpet, Bola Bekel, Gundu atau Kelereng, Lompat Tali, Egrang, Benteng Sodor atau Gobak Sodor, Boi~Boian, Bentik atay Gatrik, Ular naga Panjang, Engklek, Congklak, Pletokan, gasing, Layangan, Mobil-mobilan, Masak-masakan, perang-perangan, sepakbola kampung, Bambu Betung/Lodong dan permainan tradisional lainnya. Permainan tersebut tidak hanya memberikan kesenangan dan kebahagian kepada anak, tetapi juga melalui permainan tradisional ini  anak belajar untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya, melatih keberanian anak, melatih untuk berfikir dan strategi, melatih anak berkomunikasi, mengembangkan sikap toleransi anak dan melatih bekerjasama dengan orang lain dan banyak pelajaran lainnya yang bisa didapatkan anak melalui kegiatan permainan.


Saat ini kita sering melihat dan mendengar baik melalui media elektronik, media cetak maupun media sosial, bahwa ketika terjadi suatu bencana atau musibah di suatu tempat maka berbagai kelompok, komunitas dan lembaga atau organisasi  yang memiliki kepedulian sering mengadakan kegiatan-kegiatan bermain bagi anak-anak dengan berbagai istilah seperti trauma healing, terapi psikososial dan lainnya. Dalam istilah kebencanaan, anak memang termasuk salah satu kategori kelompok rentan yang harus mendapatkan prioritas perhatian pada saat kejadian bencana. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa khawatir, ketakutan dan kecemasan anak akibat dari sebuah peristiwa bencana. Oleh karena ini bermain bisa menjadi salah satu terapi psikososial bagi anak-anak yang mengalami disfungsi sosial karena bencana. Menurut Catherine Quinn dalam Norlaila Hamima Jamaluddin (2008) menyatakan bahwa bermain bisa mengurangi kekecewaan, kecemasan, kesedihan dan hamper semua perasaan negative dalam diri seseorang. Oleh karena itu bermain adalah sebahagian daripada kehidupan anak-anak, sehingga tidak lengkap hidup seorang anak-anak jika mereka tidak bermain. Melalui bermain anak-anak juga bisa belajar membendung perasaan, belajar kemahiran, meluahkan dan menunjukkan diri mereka yang sebenar-benarnya serta merangsang kreatifitas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bermain memiliki arti dan makna yang sangat penting bagi anak. Disamping sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan anak,  bermain juga dapat memberikan berbagai pelajaran, keterampilan dan manfaat bagi anak dalam tumbuh kembangnya. Beberapa manfaat bermain bagi anak antara lain :

1.   Mengembangkan aspek fisik: Bermain merupakan wahana untuk mengembangkan fisik anak, dimana anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan gerakan halus dan kasar.

2.   Mengembangkan aspek sosial : Anak melalui permainan dilatih untuk mampu bersosialisasi, berkenalan, berkomunikasi, membangun kerjasama, kepedulian dan tanggung jawab sosial serta belajar menjadi seorang pemimpin.

3.   Mengembangkan aspek emosi :Bermain merupakan media untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Anak dapat meluapkan dan mencurahkan segala emosinya baik emosi positif maupun emosi negative sehingga bisa melepaskan diri dari stress dan rasa tertekan. Anak bisa belajar menahan rasa marah, rasa tidak suka dan belajar menghargai pendapat orang lain dan menumbuhkan sikap empati.

4.   Mengembangkan aspek kognisi: melalui bermain anak dilatih untuk berfikir, kreatif dan inovatif serta cerdas dalam bertindak . Bermain simbolik juga dapat meningkatkan kognisi anak untuk dapat berimajinasi menuju berpikir abstrak.

5.   Mengembangkan aspek spritual : bahwa dengan bermain anak juga dilatih untuk memiliki kecerdasan spiritual yaitu belajar melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, belajar toleransi, saling tolong dan saling membantu yang dilandasi dengan semangat kebaikan.

6.   Belajar memecahkan masalah: melalui permainan anak dilatih untuk berusaha mencari solusi

dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

Kesimpulan

Salah satu kebutuhan anak adalah bermain, sehingga anak dan permainan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Apabila kebutuhan bermain bagi anak tidak dipenuhi maka akan sangat dimungkinkan anak akan mengalami masalah dikala masa dewasa.  Oleh karena itu, orang tua dan keluarga harus memainkan peranan yang penting dalam mengawal lingkungan agar anak-anak dapat terpenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan akan bermain sehingga anak dapat tumbuh dewasa dalam keadaan sehat dari segi fisik, mental, sosial dan spiritual. Keluarga merupakan wadah dan dasar fundamental bagi perkembangan kepribadian anak. Setiap anak mempunyai hak untuk dapat hidup layak, tumbuh dan berkembang kepribadiannya dengan baik sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

 

Daftar Pustaka :

Abdur Rahman, Jamal (2005). Tahapan Mendidik Anak: Irisad Baitus Salam Bandung

Dayat Sutisna (2008). Implementasi Terapi Bermain Bagi Anak Korban Banjir Yang Mengalami Kecemasan di Bojong Citepus Desa Cangkuang Wetan Kecamatan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung, Karya Ilmiah Kompetensi Akhir.

Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

https://www.kla.id/jenis-permainan-tradisional-yang-mampu-mengalahkan-gadget/

https://pustakapaud.blogspot.com/2016/08/definisi-permainan-manfaat-bermain-bagi-pembelajaran-anak.html

 

Komentar